Senin, 10 Januari 2011

Pasar Gaplok: Pasar ekstrim ditengah kota Jakarta

Ditengah kepungan tumbuh pesatnya pasar ‘mewah’ swalayan, pasar tradisional mencoba tetap tegar berdiri. Keberadaan pasar tradisional pun dianggap menjadi pelengkap kehidupan ibu kota karena kian lama pasar tradisional tersisih oleh jaman karena ketidak-mampuan bersaing dengan pasar swalayan. Meskipun begitu, pasar ini tetap menjadi ‘primadona masyarakat kecil’ dan karena merekalah pasar tradisional mencoba untuk ‘hidup’. Dan pada masa kini, pasar ini pun ‘dianak-tirikan’ oleh pihak pemerintah pengelola pasar. dan tidak terkecuali pasar gaplok.
Pasar Gaplok merupakan suatu tampilan perjuangan kaum urban dalam mencoba bertahan hidup di tanah ibu kota. Tempat yang seharusnya memberikan kenyaman dan keamanan bagi penggunanya tidak bisa pasar ini berikan. Pinggiran rel kereta api menuju Stasiun kereta api Senen diubah menjadi tempat masyarakat menengah kebawah menjadi pasar tradisional yang menurut saya jauh dari kata layak . Ratusan penjual menggelar barang dagangan pada tenda sederhana mereka hanya 20cm dari rel kereta api. Setiap lima menit hilir riuh kereta api selalu menjadi gambaran tersendiri bagi pengguna pasar dalam menjalankan aktivitasnya. Dan yang membuat kita prihatin adalah nyawapun menjadi taruhan mereka.
Etah kemana oknum-oknum para pejabat yang terkait dalam mengatasi hal ini. Apakah mereka berusaha menutup mata dan menutup nurani ketika ratusan nyawa masyarakat yang seharusnya mereka layani menjalani kehidupan pada garis kematian.
Sejak saya kecil pun hingga sekarang tidak ada perubahan yang berarti pada pasar ini. Yang berubah hanyalah satu hal, yaitu jumlah pedagang yang menjadi korban-korban ‘kegagahan’ kereta api. Relokasi merupakan jawaban satu-satunya untuk melindungi kehidupan pasar tradisional dan para ‘penggemarnya. Tapi kemana? tidak ada tempat untuk pasar tradisional di tanah jakarta, yang ada hanyalah lahan-lahan untuk gedung gedung sejuk pasar swalayan.
Mereka tidak punya punya pilihan. Mereka hanya ingin mecoba bertahan hidup meski nyawa taruhan mereka. Apakah ini layak untuk mereka?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar